Jumat, 16 Januari 2009

Muslim Pembelajar

6 Ciri Muslim Pembelajar:

1. Kecerdasan (Dzaka)

Setiap orang pada dasarnya cerdas. Menurut Seorang pakar pendidikan yang bernama Bobbi Porter (penulis buku Quantum Learning), bahwa pada tahun kelima usia kita, sebenarnya kita sudah mempelajari 90% kata yang kita gunakan selama hidup ini. Ini menandakan bahwa telah tertanam dalam kita sebuah potensi yang luar biasa, suatu kelebihan yang hanya diberikan kepada manusia yakni kecerdasan. Tanpa harus sekolah pada seusia itu bisa mempelajari bahasa yang semula asing dengan baik dan semua itu dilakukan hanya dengan mendengar orang-orang disekitarnya berbicara sesuai dengan bahasa negaranya. Atau hanya dengan melihat dan mengamati, kita bisa tahu. Ada lagi fakta ilmiah yang dekmukakan oleh Richard Levington, katanya otak kita, para manusia sebenarnya terdiri dari 100 milyar neuron atau sel saraf. Sel saraf itulah yang memungkinkan kita untuk melakukan pemrosesan informasi atau yang kita sebut berfikir itu.

Proses berfikir itu sendiri pada manusia, kebanyakan yang digunakan 4-10 persen dari kapasitas otak sesungguhnya. Dengan memiliki 100 milyar neuron ini, dapat dianalogikan jika seluruh jaringan telepon didunia dikumpulkan, maka kemampuannya ekuivalen atau setara dengan kemampuan otak seukuran satu butir kacang tanah. Jadi jika otak kita dioptimalkan dengan benar, kemampuan kita lebih hebat dibanding seluruh jaringan telepon di dunia…hebat kan ??

Teori tentang kecerdasan di era modern ini telah mengalami perkembangan yang pesat, hal ini semakin memecahkan mitos yang menganggap cerdas itu hanya dalam pengetahuan saja, misalkan matematiknya bagus, IPA nya bagus atau ekonometrikanya jago. Teori ini sudah mulai luntur. Adalah Howard Gardner yang mengawali sebuah terobosan dengan mengkampanyekan temuan ilmiahnya, sehingga popular lah apa yang disebut Multiple Intelegence, ada delapan kecerdasan yang berlaku bagi manusia, yaitu :

· Kecerdasan linguistic (bahasa)

· Kecerdasan matematis (matematik)

· Visual/spasial (pandang ruang)

· Kinestetis (gerak)

· Musical (musik)

· Interpersonal (hubungan antar pribadi)

· Interpersonal (kekuatan pribadi)

· Intuisi (indra keenam)

2. Keseriusan (Hirsun)

Serius berarti terfokus dengan baik, ketika orang sedang membaca, mempelajari, mengamati, merenungi, atau menuliskan sesuatu, orang tersebut dalam keadaan alfa. Artinya menurut para ilmuwan otak, kondisi seperti ini adalah saat relaks dan tenang. Setelah ditemukannya EEG Electro Enchephalograph yang dapat mengukur denyut otak, gelombang energy otak manusia dapat dideteksi dalam empat keadaan, yakni Beta, Alfa, Teta dan Delta.

a. Beta, adalah saat kita melakukan sesuatu dalam kondisi sadar (the doing action state)

b. Keadaan alfa adalah keadaan saat otak kita relaks dan tenang

c. Keadaan Teta, aadalah keadaan dimana pikiran menjadi kreatif dan inspiratif, yang juga terjadi saat kita tertidur dan bermimpi

d. Keadaan Delta, yakni keadaan dimana gelombang otak pada saat kita tertidur lelap (deep dreamless state). Pada saat ini terjadi penyembuhan alami dan peremajaan sel-sel tubuh.

3. Kesungguhan dan ketekunan (Ijtihad)

Bersungguh-sungguh, namun penuh dengan rasa cinta. Kecintaan akan melahirkan rasa tanggung jawab dan tanggung jawab akan melahirkan kesungguhan. Jadi kesungguhan itu harus berasal dari diri kita sendiri. Ketika kita menginginkan berubah menjadi yang lebih baik, belajar tentang suatu hal dengan lebih baik, memahami sesuatu dengan leibh baik, keinginnan untu itu harus berasal dari diri kita sendiri (inside out) dan bukan rangsangan dari luar (outside out).

Misalnya kita ingin belajar untuk menjadi seorang yang pintar dalam berbicara atau berkomunikasi maka hal itu disebabkan karena keinginan kita sendiri bukan karena iming-iming hadiah misalnya. Hal itu penting, sebab jjika kita tergantung dengan iming-iming dari luar, kita akan menjadi yang rapuh dan tidak bersungguh-sungguh. Makanya bulatkan tekad, bila memiliki suatu keinginan atau niat. Semua niat akan bernilai ibadah, jika kita dasarkan hanya untuk Allah semata.

Dalam menempuh proses belajar, kita harus terus menerus berarti (istimrori) dan bertahap (taddaruj). Sebab otak kita memiliki kapasitas terbatas dalam menerima memory. Namun otak memiliki kualitas yang hamper tak terbatas untuk mengolahnya. Terus menerus berarti kita diharapkan tidak bosan walau setiap hari melahap hurup demi hurup dari buku, mendengar kata demi kata dari guru, dosen, atau murabbi. Terus-menerus mencoba menerapkan hasil belajar kita dalam kehidupan sambil sesekali gagal, meskipun sesekal jatuh.

Nothing in the world can take the place of persistence.

Talent will not; nothing is more common than unsuccessful men with great talent.

Genius will not; unrewarded genius is almost a proverb.

Education will not; the world is full of educated derelicts.

Persistence, determination alone are omnipotent

4. Materi (bulghoh)

Aspek materi berarti fasilitas yang kita miliki untuk mendapatkan ilmu itu, diantaranya adalah uang. Uang bisa kita gunakan untuk membeli buku, kursus, mendaftar seminar, mengakses data dan informasi dari internet. Saat ini sebenarnya fasilitas untuk belajar sangat banyak dan murah. Buku tidak harus diberi, kita bisa membacanya dengan gratis diperpustakaan atau meminjamnya.

Mengenai fasilitas yang minim atau terbatas, ada sebuah uswah dari tokoh Islam terkenal, yaitu Imam Syafi’I yang begitu menakjubkan. Beliau adalah seorang yang miskin, tetapi kondisi kemiskinannya tidak membuatnya mundur dari kegemaran belajar dan mengumpulkan informasi. Beliau menuliskan segala informasi yang didapat pada kertas-kerta bekas yang didapatnya dengan cara memulung. Ketika beliau mendapati bahwa bilik tempat tinggalnya menjadi sempit sebab kertas-kertas itu, maka sejak itu beliau bertekad untuk menghafalkannya.

Materi yang sejauh mana kita bersedia mengorbankan sesuatu demi mendapatkan sebuah ilmu. Sebesar apa pengorbanan kita berikan untuk belajar tentang sesuatu, walau itu membuat kita sakit bahkan menangis-nangis. Imam Syafi’I berkata, Barangsiapa yang tidak menikmati sulitnya belajar meski seat maka ia akan tertimpa kehinaan dan kebodohan sepanjang hayatnya.

5. Kedekatan dengan guru

Jika kita punya sahabat yang gemar terhadap ilmu, ia mirip sekali dengan apa yang disebutkan oleh Imam Syafi’I bahwa Seorang mukmin adalah seseorang yang tidak pernah kenyang dari mendengarkan kebaikan sampai dengan berakhir di surga.

Guru dalam hal ini memiliki peran strategi, dan guru disini tidak harus selalu yang memiliki jababat formal, seperti sekolah misalnya. Pokonya bisa siapa saja, yang memberikan input informasi buat kita.

Yang penting kedekatan dan keseriusan kita kepada guru secara psikologis akan merangsang sang guru untuk memberikan seluruh ilmunya kepada anak didiknya.

Itulah sebenarnya guru adalah jabatan yang paling mulia di dunia karena darinya terlahir manusia-manusia hebat sepanjang zaman. Seperti apa yang dikatakan oleh Andreas Harefa, tugas dan panggilan tertinggi seorang anak manusia adalah menjadi manusia guru. Ia bertanggung jawab untuk menciptakan sesuatu masyarakat pembelajar yangmelahirkan pemimpin pemimpin baru bagi sebuah bangsa, bagi bangsa-bangsa dan umat manusia masa depan.

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah dengan ketenangan dan kehormatan diri, serata bersikap rendah hatilah kepada orang yang mengajar kamu. (H.R: Ath-Tabrani).

6. Waktu yang panjang

Seorang pembelajar semestinya meyakini bahwa sepanjang waktu hidupnya adalah laboratorium belajar raksasa. Ketika Ia bertemu dengan kegagalan, ia semestinya yakin bahwa Allah mengirimkannya agar kesuksesan yang nanti diraihnya terasa lebih manis. Ketika kehilangan menjumpainya maka ia pun yakin bahwa Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, jika tidak di dunia maka ia akan memperolehnya di akhirat. Ketika ia bertemu dengan dengan orang-orang yang menyangsikannya (sangsi akan kemampuan-kemampuannya, sangsi akan karakter positifnya) maka ia yakin bahwa itu adalah kesempatan untuk bisa lebih memperbaiki.

Seorang mukmin itu mengherankan; semua urusannya baik. Jika mendapat rahmat ia bersyukur maka itu baik baginya, jika ditimpa musibah maka ia bersabar maka itu baik pula baginya. Dan itu tidak akan terjadi, kecuali dia seorang mukmin. (hadist Nabi)

Konsep berubah secara konstan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Alwaktu juz’un minal ilaj, waktu adalah bagian dari perbaikan.

Maka seorang pembelajar adalah seorang yang yakin bahwa seluruh hidupnya dan waktunya adalah untuk belajar. Ketika ia bekerja maka sesungguhnya ia sedang belajar. Ketika ia menerima sesuatu yang tidak menyenangkan maka ia sedang belajar. Ketika ia ditimpa musibah, diberi kebahagiaan, danseterusnya pada hakikatnya ia sedang belajar.

Begitulah Sang Pembelajar Sedjati…


Tips bagi para Pembelajar :

· Sisihkan waktu belajar : Ilmu agama, Ilmu Dunia, dan kehidupan

· Sisihkan waktu untuk hal-hal yang dipelajari dengan : merenung, memahami, dan menuliskannya

· Miliki buku-buku sesuai dengan minat kita

· Buatlah ringkasan buku-buku yang pernah kita baca

· Buatlah kliping Koran atau majalah sesuai dengan minat kita

· Rajinlah mengisi diary untuk menuliskan peristiwa, pendapat, dan hikmah yang dapat kita ambil dalam kehidupan kita

· Milikilah perpustakaan pribadi

· Kunjungi orang-orang yang kita anggap sebagai sumber ilmu

· Hindari maksiat dan perbanyak tobat

· Berkumpulah dan berdiskusilah dengan orang-orang berilmu

· Jangan malu bertanya

· Belajarlah sepanjang hayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar